Cerita dan Kisah
Berbagi cerita dan kisah, diambilkan dari beberapa pengalaman dan kisah hidup peribadi, teman dan sahabat.
Umroh
Umroh Dalam Kisah
Umroh membutuhkan tenaga dan fisik yang sehat dan kuat.Suhu Mekkah Yang berbeda dengan Indonesia membuat tubuh harus lebih kuat untuk melaksanakan ibadah thawaf. Pada saat malam hari dengan suhu dingin dipastikan memilih thawaf dilantai dasar dekat kabah tetapi jika pada siang hari dikala suhu begitu panas maka lebih memilih thawaf dilantai dua atau tiga mesti jarak makin jauh untuk perputarannya.
Setelah selesai thawaf dilantai ketiga ba'da Dhuhur itu, kaki ini melangkah menuju pagar pembatas. Mata memandangi dan mengawasi kabah yang begitu agung berdiri dibawah terpaan ganas matahari siang. Mata terus mengawasi gerombolan jamaah yang berusaha mengambil posisi di sekitar hajar aswad untuk dapat menyentuh dan mencium si Hajar Aswad.
Cukup lama mata mengawasi pemandangan itu. Gerombolan jamaah yang saling dorong, dan dari atas sini terlihat jelas ada luang diantara mereka yang saling sikut dan dorong itu. Ada beberapa orang jamaah berusaha memanjat pintu kabah. Mata terus mengawasi pemandangan di bawah, seputar kabah.
Seketika kenangan semasa kecil melintas. Terbayang masa berdorong dorongan ketika harus menukar selembar kupon dengan daging kurban di masjid dekat rumah pada saat idul adha. Tubuh rikih dan kecil berdorong dorongan diantara manusia dewasa untuk mendapatkan tempat terdepan, menggapai tangan panitia yang memegang beberapa kantong daging kurban dan mengganti dengan kupon yang diambil dari tangan tangan yang terjulur di balik pintu gerbang masjid. Aku setiap tahun selalu saja merasakan hal ini. Serasa seru. Karena tubuh kecilku selalu berhasil menyelip diantara ketiak dan lengan lengan orang dewasa.
Senyuman tercipta di bibirku. Gak ada beda dengan suasana dan situasi di bawah. Manusia manusia dengan tubuh besar di bawah sana, seukuran dengan manusia dewasa dimasa kecilku itu. Aku yakin akan bisa menyelinap diantara mereka. Mendekati, memegang dan mencium Hajar Aswad, kesempatan ini takkan kulewatkan. Langkah kakiku bergegas menuju lantai dasar Masjidil Haram. Panas di seputaran kabah tak kupedulikan, pasti... kulangkahkan kaki ke arah gerombolan berjubel di pojok Kabah posisi Hajar Aswad.
Gelombang dan Dorongan tak lepas menghantam tubuh kecilku. Waaah.. gak beda. Serasa suasana menukar kupon di Idul Adha semasa kecilku. Semangatku muncul. Secepat kilat aku menyelinap diantara jamaah besar, tinggi dan kekar. Aku mencari posisi luang seperti terlihat dari atas. Tetapi tak ada luang disini. Begitu Ramai dan saling dorong. Beberapa lapis manusia berhasil kusingkirkan. Aku mulai masuk ke deretan beberapa manusia. Dan tangan ku mulai dapat menyentuh dinding kabah, meski karena dorongan aku kembali terlempar menjauhi pojok Hajar Aswad.Kukuak dengan tangan ku gerombolan manusia ini, dan menyelinap diantara manusia tinggi besar, tetapi seorang dihadapan ku ini seperti menghalangi jalanku. Kepala botak, menunduk diantara gerombolan jamaah ini. Dia selalu menghalangi langkahku, seketika kurasakan ada yang menjamah bagian bawahku,secepat kilat tanganku menarik tas dan menutupi bagian bawahku. Aku mengumpat. Dan memandang si botak di depanku yang juga berusaha mencapai Hajar Aswad. Dia fokus, tetapi mengapa selalu kurasakan dia menghalangi langkahku. Tangannya bersidekap.Lalu siapa yang menjamah bagian bawahku? Kumelangkah ke arah kanan, si botak berbaju hijau pupus dan agak kusam itu juga mengikuti langkahku.Aku tak pedulikan dia. Semangat ku menyusup diantara jamaah, sembari tanganku memegang erat tas melindungi bagian bawah kewanitaanku. Tangan kananku berhasil menyentuh tepian Hajar aswad. Optimis. Aku pasti berhasil. Tetapi entah dari mana datangnya tenaga seperti gelombang manusia mendorong kuat tubuhku menjauh dari Hajar Aswad. Tubuhku terbanting jauh dari lokasi Hajar Aswad.Melewati gerombolan jamaah yang masih saling dorong untuk mencapai Hajar Aswad.Aku kaget. Kekuatan apa itu.Mengapa aku bisa terlempar jauh dari rombongan manusia di pojok Hajar Aswad. Mataku memandang Kabah yang berdiri angkuh di hadapanku.
Seketika kurasakan kehinaan sangat didiriku. Mengapa tak layak kah diriku mendekati Hajar Aswad. Seketika rasa benci akan Islam,Kabah dan manusia didepan ku memuncak. Aku merasa hina dan dihinakan. Seberapa mulianyakah Hajar Aswad ini sehingga ku tak di ijinkan menyentuhnya. Seberapa hebatkah Hajar Aswad ini? Benci itu menebal didada.
Bergegas kutinggalkan Masjidil Haram. Kakiku melangkah menuju hotelku. Sumpah serapah keluar dari mulutku. Mengumpat Islam dan ajarannya.Panas siang itu tak kuhiraukan.Gerombolan Merpati tak lagi menjadi pemandangan indah bagiku. Terlintas untuk meninggalkan semua ajaran ini. Memasuki kamar, kuhempaskan tubuhku di atas kasur. Menutupi mukaku dengan bantal. Ketakutan yang teramat sangat. Aku ingin pulang ke tanah air. Hujatan dan umpatan untuk islam dan ajarannya, daerah bersejarahnya kurasakan tak lagi ada didadaku. Semakin aku berusaha menutupi wajahku dengan bantal, semakin rasa takut itu menyerang hatiku. Tubuhku menggigil. Aku bertekat akan meninggalkan ajaran yang tidak bersahabat dengan diriku ini.Aku merasa telah dirugikan. Perjalanan yang kulakukan untuk ketempat ini bukan dengan biaya yang sedikit, dan di sini aku hanya dihinakan. Semakin aku mengumpat akan Islam dan ajarannya, semakin tubuhku menggigil. Aku menyesl8i mengapa ajaran ini yang kuperoleh dari aku kecil. Memperdalami ajarannya dengan menimba ilmu di pondok pesantren. Tetapi semua tidak bersahabat denganku. Aku merasa dihinakan dan teramat takut. Kususun rencana dikepalaku yang ditutupi bantal dan tubuh menggigil. Aku harus secepatnya meninggalkan tanah haram ini.
Aku semakin menggigil dan ketakutan. Lirih lidahku membaca Istighfar, seperti ada yang berbisik. Selesaikan disini, selesaikan disini. Mengapa aku takut kabah? Takut Hajar Aswad. Aku berdiri dan menuju kamar mandi. Kuambil dua bungkus air zam zam yang ku ambil dari Masjidil Haram dengan plastik 2 Liter. Kusirami tubuhku dengan air zam zam itu. Kuniat mandi mensucikan tubuhku yang bergelimang dosa. Saat ini aku sangat takut kabah. Seperti kebiasaan ku, jika aku takut akan sesuatu maka aku akan kejar apa yang kutakuti itu. Aku takut kabah aku akan cari tau apa yang aku takutkan dengan kabah dan Hajar Aswad. Dan mengapa ada kekuatan besar mendorong dan menjauhkan aku dari Hajar Aswad.
Ku kalahkan rasa takut dengan menginjak kembali Masjidil Haram, Azan Asar berkumandang ketika ku mengucap salam, mengakhiri shalat tobatku. Kumemasuki Masjidil Haram saat ini dengan merasa diri sangat kerdil dan hina.Setelah menjadi makmum shalat Asar di tingkat dua, kulangkahkan kaki ke lantai dasar. Kupandangi kabah. Mataku tertuju pada pintu kabah dan kemudian ke pojok Hajar Aswad. Apa guna pintu? Aku membatin. Jamaah semakin padat dan berjubel di arena Hajar Aswad. Aku memperhatikan gerombolan yang saling dorong itu. Aku memasang niat untuk Thawaf. Setelah Thawaf hatiku berbisik, aku harus mencium Hajar Aswad ini.
Kulangkahkan kaki menuju pintu kabah, dan ketika tangan ku meraih tepian kabah di depan pintu kabah lirih ku ucap Assalaamu alaikum, kakiku beringsut menuju Pojok Hajar Aswad dengan merapatkan tubuh kepinggir kabah, menghindari dorongan manusia, aku merasa ada yang menarik tanganku. Kudongakkan wajah dan ku melihat wajah askar yang berada di atas pojok Hajar Aswad iyu mengangguk ke arahku dan menarik tanganku ke arah Hajar Aswad. Kugeser tubuh dan wajahku menunduk masuk ke lengkungan pojok Hajar Aswad itu. Batu Hitam itu tepat berada diwajahku. Berwarna Hitan dan Cekung. Kucium dan elus Hajar Aswad itu sambil bersalawat dan membaca Syahadat. Aku mendengar bisikan di hatiku, ini hanya batu dan jangan berlama lama disini karena banyak dibelakang yang ingin melakukkan hal yang sama. Laa Haula wa laa Quwwata illa billaah. Kulangkahkan kaki mundur.
Hubungi Kami untuk Kesehatan Tanaman
Kami siap membantu terkait bibit kesehatan dan media tanam.